Ketika sang pelari dihadapkan pada sebuah dilema

img_20161105_191502
Seharusnya saya menyadari bahwa ada masanya di mana saya harus meninggalkan kehidupan kampus. Seharusnya saya menyadari bahwa saya tak bisa selamanya terus berlari di tempat ini…

***

SEBAGAI seorang pelari yang tumbuh di lingkungan kampus, saya terbiasa berlatih dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di kampus. Stadion dan lintasan lari (running track) yang dibangun di sepanjang jalanan kampus merupakan fasilitas andalan selama saya masih duduk di bangku kuliah. Saya tidak pernah berpikir untuk menggunakan fasilitas selain yang ada di kampus. UI memiliki running track yang bagus, dan di kampus, saya juga bertemu dengan komunitas lari menyenangkan yang membuat betah berlatih di kampus. Namun salah rupanya jika saya berpikir bahwa saya bisa selamanya berlari dan berlatih di lingkungan kampus. Karena kenyataannya, ada masa di mana saya harus meninggalkan kehidupan kampus yang itu berarti saya harus jauh dari komunitas dan fasilitas lari di kampus.

Ya. Setelah wisuda, saya tentu kembali ke Jakarta. Lantas di sinilah dilema saya dimulai. Saya tidak punya teman ataupun fasilitas untuk berlari. Di lingkungan rumah saya tidak ada satupun orang yang gemar berlari. Selain itu, rumah saya juga jauh dari fasilitas olahraga lari. Pernah suatu ketika terlintas di pikiran saya untuk berlari di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), dulu saya pernah beberapa kali berlari di situ. Sayangnya stadion tersebut kini tidak dibuka untuk umum. Pintu gerbang yang kini ditutup itu memupuskan harapan saya untuk memiliki lintasan lari.

Alhasil selama beberapa bulan saya fakum dari aktivitas lari. Saya tak kunjung mendapatkan solusi bagaimana caranya supaya saya bisa berlari lagi. Selama berbulan-bulan saya hanya bisa menatap iri teman-teman yang masih sering berlatih bahkan malah memiliki program khusus latihan lari. Sementara itu saya hanya bisa menghela nafas. Bingung. Kondisi ini membuat saya patah semangat.

Di lain kesempatan, saya mencoba mencari rute alternatif untuk berlatih lari yang tak jauh dari rumah. Rute yang saya ambil adalah rute di sekitar kompleks yang memiliki keliling 4 km. Awalnya saya merasa baik-baik saja, saya sempat berlari sampai empat kali. Namun belakangan saya menjadi takut untuk berlari di sana karena pada jam-jam tertentu rute yang berpotongan dengan jalan raya itu sangat padat kendaraan. Saya pikir saya tidak ingin mengambil risiko apapun dalam olahraga yang saya gemari ini. Sudah cukup kabar duka yang saya terima dari teman-teman tentang para pesepeda yang sering menjadi korban kecelakaan.

Meski demikian saya belum menyerah. Saya tetap mencari solusi bagaimana caranya supaya saya bisa kembali berlari. Nah, minggu lalu saya menjajal aksi baru. Saya mencoba kembali ke rutinitas latihan di kampus dengan cara mengejar kereta pukul setengah enam pagi. Paginya saya bangun pukul lima pagi dan memesan layanan Gojek untuk mengantar saya langsung ke Stasiun Tanah Abang.

img_20160124_075457-2

Dan walla… saya bisa sampai di kampus tepat sebelum teman-teman komunitas memulai start. Jadilah hari itu saya ikut SAMRUI (Saturday Morning Run Universitas Indonesia). Senang sekali rasanya bertemu kembali dengan teman-teman dan beramai-ramai memenuhi jalanan UI untuk berlatih. Seperti mahkluk yang baru kembali dari gurun, menghirup udara di atmosfer kampus membuat saya segar dan bersemangat. Akhirnya saya menemukan solusi jitu untuk kembali berlatih lari…

Ini tentu kabar gembira untuk saya. Kini saya tidak perlu khawatir akan ketinggalan latihan lari atau terpisah dengan teman-teman komunitas. Kuncinya satu: saya hanya perlu bangun pagi dan langsung pesan Gojek ke Stasiun Tanah Abang. Dengan cara ini saya tidak akan terlambat sampai di kampus. Saya bisa mengukuti SAMRUI seperti jadwal yang biasanya.

Di bawah ini adalah foto-foto saya waktu ikut SAMRUI kemarin. Saya begitu excited. Apalagi saya bisa berlari sejajar dengan Bang Taki, idola saya di komunitas Derby 😀 😀 Kebetulan juga, Derby kedatangan tamu dari Berau Runners, komunitas lari asal Kalimantan Timur. Jadi lengkaplah semaraknya lari bersama Derby Runners.

img_20161001_084419Saya berjanji pada diri saya sendiri, besok saya akan mulai rajin berlatih lagi. Apalagi sudah mau Jakmar juga, jadi saya tidak boleh ketinggalan latihan. Oke kalau begitu sampai jumpa di SAMRUI mendatang. Don’t worry, run happy!

©Tina Latief 2016

copy-of-introducing

4 thoughts on “Ketika sang pelari dihadapkan pada sebuah dilema

  1. alaniadita

    Welcome back, Mba!
    Ternyata setiap persoalan pasti ada solusinya ya. Meski harus dengan usaha sana sini, at the end akhirnya menyadari bahwa solusinya adalah bangun pagi!

    Selamat kembali lari! 🙂

    Like

    Reply
  2. cewealpukat

    Enak bgt ya mbak kalau badan enteng jadi pelari gitu 😦
    Aku udah gendatss kalo lari gak kuat :’)
    Wah Mbak saya kerap melihat blogger pelari 3 orang termasuk Mbak, ada Mas Wiz dia dulu gemuk skrg suka lari jadi kurus gitu mbak, kayaknya akhir2 ini saya juga lihat di akunnya mas jawardi kalo gak salah, dia juga sering update suka lari gitu. Coba sharing2 sama mereka hihihihihhii

    Sukses Mbak Tina :*

    Like

    Reply

Any comments? just post!