Di atas Mercusuar Tanjung Baron, saya menjajal pengalaman baru dalam menikmati wisata laut. Rasanya begitu fantastis. Saya merasakan nuansa baru dari petualangan alam laut yang merupakan kombinasi antara uji adrenalin dan rasa keingintahuan pada sesuatu yang belum pernah saya jajal sebelumnya.
Kemasyuran keindahan alam laut pantai selatan di Gunung Kidul, Yogyakarta saya pikir tidak perlu diragukan lagi. Biru lautnya, gemuruh ombaknya, pasirnya, hingga hasil tangkapan para nelayannya selalu menjadi daya tarik ribuan pengunjung. Berenang, berselancar dan bermain pasir menjadi ritual yang tidak pernah terlewatkan. Namun pernahkah Anda membayangkan menikmati keindahan laut dari perspektif yang berbeda? Pernahkah Anda menikmati wisata alam laut dari ketinggian 40 meter?
Berawal dari buku karangan Enid Blyton, Lima Sekawan (The Famous Five), saya bermimpi untuk melakukan petualangan seperti Julian, Dick, Anne, George dan anjing mereka, Timmy. Petualangan yang melibatkan banyak misteri dan teka-teki. Petualangan tentang penjelajahan bangunan-bangunan kuno yang mungkin menjadi tempat persembunyian harta karun atau menjadi sarang para pencuri.
Salah satu cerita favorit saya adalah petualangan yang melibatkan mercusuar sebagai latarnya. Enid menuliskannya sedemikian rupa sehingga membuat saya terobsesi, bagaimanakah sensasinya saat memanjat bangunan yang menjulang di tepian laut itu?
Termakan oleh bumbu-bumbu misterius dalam cerita, Enid pun berhasil membangkitkan jiwa petualangan saya. Dari sinilah saya mulai bermimpi ingin mendatangi salah satu mercusuar dan menjajal keseruan petualangan seperti Julian dan kawan-kawan.
UNTUK mewujudkan petualangan itu, saya mengunjungi mercusuar yang baru-baru ini dibangun di semenanjung Pantai Baron. Pagi itu, saya mendatangi Pantai Baron dan mulai menyusur jalan untuk memulai petualangan.
Ada dua jalur yang dapat ditempuh untuk sampai ke mercusuar itu, pertama jalur yang mengharuskan kita mendaki dan yang kedua, jalur yang dapat membawa kita langsung ke depan mercusuar dengan cara berkendara. Namun dalam perjalanan ini, saya memilih untuk memarkir kendaraan di pantai dan berjalan melalui jalur pendakian. Rasanya tak seru jika petualangan ini musti ditempuh cepat-cepat, apalagi dengan berkendara.
Nafas saya sedikit tersengal saat meniti jalanan yang menanjak itu. Saya sepakat. Meskipun cenderung lambat, menempuh jalur pendakian ini memang lebih seru dan menyenangkan.
Pemandangan berupa hamparan kehijauan yang membentang luas di semenanjung Pantai Baron menjadi suguhan di sepanjang perjalanan. Di rute perjalanan ini, saya juga dapat mengamati hiruk pikuk pantai dari gardu pandang berupa pondok-pondok sederhana yang dibangun di tepian jalan. Setelah kurang lebih 500 meter mendaki, saya pun berhasil mencapai pos di mana bangunan mercusuar itu berdiri. Tak jauh dari sana, seorang lelaki paruh baya nampak mengamati kedatangan saya seraya membersihkan lantai bawah mercusuar yang penuh ceceran pasir dan tanah.
Saya menduganya sebagai penjaga mercusuar. Kebetulan, karena ini pertama kalinya saya datang yang mana saya belum tahu peraturan memasuki bangunan, saya pun bertanya kepada penjaga mercusuar itu.
“Perorang membayar 5 ribu,” jawabnya singkat. Rupanya di tempat ini saya harus membayar—sekedar untuk menghargai penjaganya saya kira. Setelah menyerahkan dua lembar uang lima ribuan, saya mengucapkan terima kasih. Pada langkah berikutnya, saya telah siap memasuki menara suar.
Saya mendongak ke atas sejenak sebelum benar-benar menaiki tangga. “Jadi ini wujud mercusuar yang disebut-sebut Enid”, ucap saya dalam hati. Untuk mencapai puncak menara, saya harus menaiki tangga demi tangga yang mengular setinggi puncak gedung suar. Saat tanggayang saya titi semakin tinggi, saya mulai merasakan getaran kengerian yang menjalar di sekujur jemari kaki.
Saya takut melihat ke bawah. Rasanya saya hendak jatuh. Meskipun berkali-kali saya menguatkan diri “Pelan-pelan, pegang besinya erat-erat”, tetap saja saya bergidig ngeri.
Tangga terakhir yang harus saya lalui adalah tangga vertikal yang menghubungkan saya dengan puncak tertinggi dari mercusuar. Butuh waktu lama bagi saya untuk bisa menyelesaikan tangga terakhir itu. Disamping saya tak cukup tinggi, memegangi gagang besi yang dingin itu membuat jantung saya berdetak tak beraturan. Saat saya berhasil mencapai lantai puncaknya, barulah keluar nafas lega dari rongga pernafasan saya.
Butuh sepersekian menit bagi saya untuk kembali merilekskan badan. Setelah mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya, saya mulai mengamati keadaan sekeliling. Hal pertama yang saya sadari adalah bahwa mercusuar ini diterangi oleh lentera bertenaga surya. Di puncak tertinggi menara ini terdapat dua buah box berisi accu dan sejumlah rangkaian kabel. Kabel inilah yang kemudian terhubung dengan panel surya yang diletakkan di sisi timur lentera.
Hal yang saya temukan berikutnya adalah hamparan kehijauan yang ada di mana-mana. Kedudukannya sangat kontras dikelilingi oleh birunya laut dan cerahnya langit pagi. Jika saya menghadap ke utara, saya akan dihadapkan pada gugusan-gugusan pegunungan yang menghijau ditutupi vegetasi hutan-pantai. Sementara jika saya menghadap ke selatan, saya akan melihat sejumlah pantai yang merupakan deretan dari pantai selatan.
Beberapa diantaranya misalnya, saya dapat melihat Pantai Kukup dan Krakal. Adapun di sisi lainnya, di bagian pulau yang menjorok ke laut, nampak bangunan-bangunan yang merupakan bagian dari Baron Technopark.
Meskipun rasa ngeri dan was-was masih menjalari, sejujurnya menyenangkan sekali berada di ketinggian seperti ini. Saya dapat memandang segalanya dari sini. Tak terkecuali pemandangan bawah menara yang nampaknya tak wajib bagi si penakut ketinggian.
Perpaduan berbagai warna hijau dan biru yang nampak dari atas menara membuat saya takjub. Apa lagi yang bisa saya katakan, tempat ini merupakan surganya bagi penikmat alam pantai. Semuanya terbingkai ke dalam satu lukisan raksasa, khas keagungan Sang Pencipta. Tak dapat dipungkiri lagi, Gunung Kidul memiliki semua keindahan alam laut dan pantai.
Pikiran saya mendadak kembali pada tulisan-tulisan Enid. Ternyata seperti ini sensasi melakukan petualangan dalam mercusuar. Ada perasaan takut, ngeri, dan juga tertantang. Meski tak ada penjahat ataupun harta karun, saya rasa menemukan perspetif yang berbeda dari menikati alam laut adalah penemuan harta yang tak kalah menariknya.
Sayang, matahari dari ufuk timur dengan cepat meninggalkan saya. Perlahan-lahan, sinarnya mulai bergerak ke tengah, memanasi badan yang sudah mulai mengeluarkan keringat. Saat saya turun, para nelayan Baron nampak baru saja kembali dari perantauan (laut). Hari memang telah siang. Saatnya saya menyudahi petualangan.
©Tina Latief 2016
Mercusuar Tanjung Baron
Kemadang, Tanjungsari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta
Koordinat: -8.130884, 110.548936
Woh… Keren ada mercusuarnya…
LikeLike
Hehe, iya mas 🙂
LikeLike
Pemandangannya cantik. Asik banget kalau ga fobia ketinggian hehehe. Duh pengen ke sana juga. Mendadak kamgen novel 5 sekawan euy.
LikeLike
Hehe, silakan berkunjung 🙂
LikeLike
Wah bagus ya Mbak mercusuarnya… pemandangan di sekitarnya pun misterius, khas pesisir Selatan, dengan kontur yang tak rata tapi setelahnya langsung ditutup samudera maharaya yang konstan datar dengan horizon. Kontras kontur dan warnanya juga menyentak, keren banget! Mercusuarnya pun oke, memandang semua dari atas memang jadi pengalaman yang sangat mendebarkan, saya yakin. Menara besi di sebelahnya itu apa ya? Menara pantaukah?
LikeLike
Menara besi itu dibangun sebelum mercusuar ini mas. Sudah ada lama sekali. Bisa dibilang bangunan itu menara pantau. Mulanya banyak yang memanjat menara itu, namun semenjak tak layak lagi, digantilah menara itu dengan mercusuar Tanjung Baron ini..
LikeLiked by 1 person
Hooo demikian… iya kalau dibangun menara batu ini jadi lebih aman juga jika dinaiki petugas atau wisatawan, ya.
LikeLiked by 1 person
Iya mas Gara. Lagipula fungsinya jadi maksimal, bisa untuk pengarah kapal-kapal yang hendak merapat
LikeLiked by 1 person
Betul :)).
LikeLike
Yay ada #sikilfie
Aku gak hits banget belom pernah ke sini sejak ada mercu suar nya. Lima sekawan bacaan jaman SD itu emang banyak yg malah nempel di kepala ya.
LikeLike
Hihi iya…
Hayuk ke sini. Nanti kalau sudah ke sini langsung ke Baron Technopark, di sana juga bagus buat jalan-jalan.
Pada dasarnya aku suka semua karya Enid Blyton. Sederhana, namun cerdik pemilihan idenya.
LikeLike
Pingback: Menara Mercusuar Tanjung Baron, Menikmati Hamparan Keindahan dari Ketinggian | Menuliskan Sebelum Terlupakan
Naik sekian anak tangga ke atas mercusuar bikin ngos2an… tapi begitu liat pemandangannya… wiiihh, pasti capeknya ilang mba :D. Ada di atas mercusuar gini rasanya excited banget kalo aku, bisa melihat ciptaanNya yg luar biasa :).
LikeLiked by 1 person
Iya mba Molly, setaralah sama ngerinya hehe..
LikeLiked by 1 person