“Malam Minggu mau kemana say”, kata Erna salah seorang teman di Twitter saya. Oh, ini malam Minggu ya. Saya hampir tidak ingat. Bukan, namun saya tidak perduli.
Bermaksud mengatasi kegundahan hati, saya merengek pada salah seorang teman saya, sebut saja inisial E, untuk menemani saya jalan-jalan malam. Tidak seperti malam-malam sebelumnya yang memberikan kesan bahagia, saya sering jalan ke tempat-tempat yang elegan, santai dan memberikan atmosfer segar. Namun saya tidak terfikir lagi ke sana. Buat apa? Tidak berminat untuk nonton film horor pula.
Pukul 19.30 initial E menelphon untuk memastikan keberangkatan saya. I said yes. Pukul 20.00 kami berangkat. Kemana sebenarnya arah destinasi saya, si initial E pun tertawa melihat keseriusan saya mendatangi tempat ini. “Apa yang mau kamu lakukan di pasar?”
Ya, pasar malam inilah yang menjadi tujuan saya. Aktivitas di pasar ini hanya terjadi saat malam Minggu saja. Entah saya sendiri tidak tau asal mulanya bagaimana. Hanya penasaran tentang asumsi beberapa teman yang secara kebetulan tau banyak mengenai pasar ini.
Inilah pemandangan yang saya lihat saat berangkat tadi.
Jakarta never die, Jakarta always in light. Inilah kesan pertama saya. Kesan kedua adalah orang-orang yang berkecimpung di sini adalah orang-orang yang gigih, tak pandang kapan waktu bekerja, tak pandang kapan waktu beristirahat. Malam tidak dijadikan malam, siang tak ada alasan untuk tidak bekerja.
Ketika sudah hampir sampai di pasar, saya merasa kurang yaman. Saya kira dengan jaket abu-abu saya ini saya akan terlindungi dari dingin, namun ketika sudah masuk ke ambang pasar, saya justru kegerahan hebat. Keringat dingin bercampur hawa panas dari suhu tubuh yang belum stabil membasahi tengkuk dan dahi saya. Fyuh..namun saya tetap berusaha menikmatinya. Itulah tujuannya saya datang kemari. Berusaha menikmati malam ini.
Mata saya kembali tertarik pada seorang pemuda yang berprofesi sebagai penjual kue cubit. Dengan tangkasnya ia menuangkan cairan kental ke dalam cetakan. Malam ini tidak untuk berkencan, malam ini untuk uang.
Banyak sekali yang berjualan di pasar itu. Beraneka macam dagangan tersaji dengan mewahnya. Sungguh sesuatu yang mengagumkan melihat orang-orang ini dengan semangatnya memanfaatkan waktu dan kesempatan yang ada. Bersaing suara dengan penjual tas disampingnya, bapak penjual tahu bulat ini hanya tertawa-tawa gembira bersama isterinya. Sungguh pemandangan yang sangat membuat iri hati saya. Hati, tersenyumlah sedikit. 😦
Di sisi kiri tampak sesosok nenek tua yang menjual bantal. Nek, sudah waktunya bagimu duduk manis dikursi goyang dirumah sambil menikmati secangkir teh hangat bersama cucu-cucumu…
Pernah makan makanan ini? Saya sendiri belum pernah mencicipi makanan ini. Kerak telur itu semacam eggroll itu mungkin ya??
“Leema belas rebuu dua, laris manis, dipileeh dipileeh…” teriak mas-mas penjual sendal ini dengan suaranya yang serak-serak sesuatu. Dengan harga 15 ribu sudah bisa mengalasi kali 2 orang. Masihkah mau Anda tawar?
Bapak yang ini juga sedang asyik dengan dagangannya…
Sangat rumit menjelaskan perasan saya saat ini. Saya berusaha menceritakan kepada si initial E agar dia mengerti apa yang saya rasakan hingga saya menemukan sebuah gambar pada sampul CD bajakan yang saya lihat disisi kanan. Saya tersenyum melihat sampulnya yang merupakan parody dari sebuah film ternama favorit saya. Jadi seperti ini E ceritanya…Ya ampun Jacob Black…kemana perut seksimu?
Tingkah saya enjawab pertanyaan si initial E, benar apa katanya saya hanya kebingungan ditempat ini. Namun saya harus medapatkan sesuatu dari sini, sesuatu yang bisa membuat saya bisa bernafas dengan lega. Saya putuskan untuk membeli beberapa kaset bajakan dan beberapa lainnya ditempat itu.
Dan saya semakin tidak bisa bernafas….
Ketika film saya putar, saya merasakan ketegangan seperti halnya Daniel Radcliffe dalam filmnya The Woman in Black. Ternyata saya memang perlu bantal baru. Well, tapi ini menyenangkan. Diantara yang saya beli ternyata ada yang membuat saya ceria. Sebuah jeruk bali berukuran nyaris sebesar helm INK dengan size M berhasil saya bawa pulang. Dengan bangganya saya menenteng bulatan besar itu hingga sampai rumah. Yeah, saya harus mengambil nafas dalam. IN…OUT…
The name of GALAU is over. 😀
Ini seperti Pasar Khlitikan di Jogja :).
LikeLike
Seru juga tuh acara jalan-jalannya, bisa menikmati jajanan malam tuh ceritanya… 😀
Akhirnya bisa juga berkomentar di blog Rumput 😀
LikeLike
Tina, aku juga suka jalan-jalan ke tempat “aneh” begini. Dulu sering dapat sebutan “aneh” dan suami dan dia merasa mengawini gadis “aneh”. Eh lama-lama dia yang aneh, sekarang sering ngajakin saya ketempat-tempat dimana kehidupan sesungguhnya berlangsung. Pernah bilang begini padanya, ” jangan-jangan ini cara berhemat nih, biar aku gak blanja2 di mall!” hehehe..
Keep on your journey Tina. Ini pengalaman sangat berharga 🙂
LikeLike
*ngekeh*
Itu DVD-nya beneran parodi atau iseng-iseng di cover-nya doang? 😆
LikeLike
silakan beli mas, kalau saya cerita nanti kebanyakan ketawanya..hehehe
LikeLike
belum berkeluarga masih enak buat jalan² kemana aja
sambil belajar dari kehidupan disekitar…
sukses selalu…
LikeLike
kalau sudah berkeluarga kan malah bisa jalan sama keluarga mas, kalau melihat sesuatu yang bisa diajarkan kepada anak da istri itu bagus, semakin banyak jaringan ilmunya yang tersalurkan..
LikeLike
test
LikeLike
hihihi, blm makan kerak telor ya, ayo cobain, enak tau … tp nanti pinjem cd nya ya, hehey … :p
LikeLike
Syukurlah bisa mengusir kegalauan
LikeLike
lumayan mas, engga termehek-mehek lagi…
LikeLike
semua malam sama 🙂 kadang lupa hari hehehe
LikeLike
Tina, aku salut dengan caramu mengusir galaumu di malam minggu. Hingga menjadi postingan yang menarik begini.
Tapi aku kurang suka caramu mengambil foto miring-miring begitu he he hehe…
LikeLike
hiihihii, terimakasih mas budi,
iya saya memang balum pandai mengambil gambar, selain karena galau ternyata pasar malammnya padat sekali dan sulit mencari ruang. Terlebih lagi kameranya bukan cyber shoot…so, beginilah hasilnya…hehehe
LikeLike
kalau di tempat saya adanya pasar malam paling kalau ada komedi putar (orang disini nyebutnya korsel..)
wuih pulang bawa jeruk bali segede hlm, mantap mantap…
LikeLike
lihat foto2 nya jadi pengen langusng ke sana, melihat langsung pasar malamnya 😛
LikeLike
itu bukannya kue pancong ya Tina?
di dekat rumah saya setiap Kamis malam ada pasar malam, sayangnya hanya pedagang2 barang2 saja di sana, ngga ada penjual jajanannya
LikeLike